Jumat, 09 September 2011

Ranca Buaya Beach Photo












Kamis, 30 Juni 2011

Mendidik Anak Sholeh Sholehah

Dalam sebuah riwayat, diceritakan bahwa ada seorang lelaki tua sedang berjalan-jalan di tepi sungai. Saat berjalan-jalan, terlihatlah olehnya seorang anak sedang mengambil wudhu sambil menangis. Lalu ia beratanya, “Wahai anak kecil, kenapa kamu menangis?” 
 
Anak itu menjawab, “Wahai kakek, saya telah membaca ayat Al-Quran sehingga sampai kepada ayat yang berbunyi, “Yâ ayyuhal-ladzîna âmanû qû anfusakum,” yang artinya, “Wahai orang-orang yang beriman, jagalah olehmu sekalian akan dirimu.” Saya menangis sebab saya takut akan dimasukkan ke dalam api neraka.” 
 
Berkata orang tua itu, “Wahai anak, janganlah kamu takut, sesungguhnya kamu terpelihara dan kamu tidak akan dimasukkan ke dalam api neraka.” 
 
Anak itu menjawab, “Wahai kakek, kakek adalah orang yang berakal, tidakkah kakek lihat kalau orang menyalakan api, maka yang pertama akan mereka letakkan ialah ranting-ranting kayu yang kecil dahulu kemudian baru mereka letakkan yang besar. Jadi tentulah saya yang kecil ini akan dibakar dahulu sebelum dibakar orang dewasa.” 
 
Berkata orang tua itu, sambil menangis, “Sesungguh anak ini lebih takut kepada neraka daripada orang yang dewasa, maka bagaimanakah keadaan kami nanti?” 
 
Bayangkan bila saja yang diceritakan dalam potongan kisah tersebut adalah anak kita. Anak yang kita lahirkan dan besarkan dengan keringat dan jerih payah. Tentu betapa beruntung dan berbahagianya kita sebagai orang tua. Betapa pun banyak keringat yang telah tercucur, tenaga yang telah terkuras, pikiran dan waktu yang telah tersita, semua takkan ada apa-apanya dibandingkan dengan hasil yang kita peroleh, yaitu anak yang shaleh. 
 
Memiliki anak shaleh merupakan dambaan setiap keluarga. Di samping sebagai penerus keturunan, kelak anak shaleh juga akan menjadi investasi di masa yang akan datang. Do’a-do’a anak shaleh adalah pahala yang akan terus mengalir tanpa henti. Ia akan menembus langit dan akhirnya sampai kepada kita sebagai orang tua sebelum ataupun sesudah kita mati. 
 
Berkeinginan memiliki anak yang shaleh bukanlah khayalan. Siapa pun orangnya sama memiliki kesempatan untuk mewujudkannya. Kehadiran anak shaleh dalam sebuah keluarga bukanlah mu’jizat atau turun dari langit dengan sendirinya. Ia akan hadir di tengah-tengah kita tiada lain merupakan buah dari usaha yang kita lakukan dalam mendidiknya. Bila kita berkeinginan dan berusaha keras mendidik anak agar menjadi anak yang shaleh, maka ia akan tumbuh sesuai dengan apa yang kita inginkan. Tetapi jika tidak, keinginan untuk memiliki anak shaleh hanyalah sebuah angan-angan dan hayalan semata. 
 
Syaikh Abu Hamid Al Ghazali ketika membahas tentang peran kedua orangtua dalam pendidikan mengatakan: “Ketahuilah, bahwa anak merupakan amanat bagi kedua orangtuanya. Hatinya yang masih suci merupakan permata alami yang bersih dari pahatan dan bentukan, dia siap diberi pahatan apapun dan condong kepada apa saja yang disodorkan kepadanya Jika dibiasakan dan diajarkan kebaikan dia akan tumbuh dalam kebaikan dan berbahagialah kedua orang tuanya di dunia dari akherat, juga setiap pendidik dan gurunya. Tapi jika dibiasakan kejelekan dan dibiarkan sebagai mana binatang ternak, niscaya akan menjadi jahat dan binasa. Dosanya pun ditanggung oleh penguru dan walinya. Maka hendaklah ia memelihara mendidik dan membina serta mengajarinya akhlak yang baik, menjaganya dari teman-teman jahat, tidak membiasakannya bersenang-senang dan tidak pula menjadikannya suka kemewahan, sehingga akan menghabiskan umurnya untuk mencari hal tersebut bila dewasa.” 
 
Berikut adalah beberapa metode dalam mendidik anak, agar anak diharapkan dapat memiliki sikap dan perilaku yang baik serta sesuai dengan keinginan orang tua dengan berlandaskan norma dan agama.
 
 
1.Keteladanan 
 
Keluarga, khususnya orang tua adalah figur awal bagi seorang anak untuk diikuti dan dicontoh perilakunya. Ketika anak mulai beranjak remaja, fungsi ini mulai bergeser kepada kelompok sebaya-nya ataupun figur-figur lain di luar keluarga, seperti tokoh-tokoh dalam film atau cerita. Oleh karena itu, sudah seharusnya orang tua dapat memberikan pondasi awal yang kuat tentang sikap dan perilaku yang positif. Dengan demikian kelak ketika anak dihadapkan kepada situasi yang sangat kompleks, anak akan lebih siap dan konsisten terhadap pendiriannya.

Agar tujuan ini terwujud, maka tentunya harus ada keteladanan dari orang tua. Ingatlah suatu perbuatan orang tua tidak akan efektif bila hanya terjadi komunikasi satu arah. Berilah contoh yang kepada anak mengenai perilaku yang baik dari orang tua mereka sehari-hari. Ini bisa dimulai dengan hal-hal yang biasa sehari-hari kita lakukan di rumah. Dengan begitu, kedepan diharapkan anak akan dapat mulai sedikit demi sedikit mencontoh perilaku yang positif dari orang tuanya. 
 
 
 
2.Pembiasaan 
 
Setelah adanya contoh yang baik dari orang tua, maka perlu dilakukan pembiasaan dari perilaku-perilaku yang telah dilakukan tadi. Hal ini penting karena dihawatirkan bila orang tua saat tak ada disisi mereka, perilaku-perilaku yang anak lakukan akan dapat berubah kembali. Dengan adanya pembiasaan, maka perilaku positif tersebut akan menjadi tabiat positif anak sehingga ada atau tidak ada orang tua, hal-hal positif tetap mereka lakukan. 
 
 
 
3.Nasihat 
 
Selanjutnya adalah nasihat. Dikala proses diatas berlangsung, orang tua juga harus senantiasa memberikan pengertian-pengertian ataupun pemahaman-pemahaman kepada anak mengapa suatu perilaku itu harus dilakukan, apa manfaatnya, baik untuk diri sendiri dan yang terpenting untuk orang lain. 
 
 
 
4.Kontrol 
 
Setelah langkah-langkah di atas berjalan dengan baik, maka selanjutnya adalah kontrol dari orang tua. Dalam pelaksanaannya, kontrol yang dilakukan mesti dijalankan secara arif dan bijaksana, tidak dengan membuat posisi anak menjadi tersudut, sehingga kontrol justru tidak menjadi efektif. 
 
 
 
5. Reward and Punishment 
 
Yang terakhir adalah memberikan hadiah dan hukuman. Di samping poin-poin di atas, tips kelima ini juga tak kalah pentingnya untuk menumbuhkan minat dan tanggung jawab pada anak. Namun dari pada itu, sebelumnya harus dingat oleh para orang tua bahwa pemberian hukuman kepada anak dimaksudkan untuk mendidik anak bukan untuk menyudutkan apalagi melukai fisik. 
 
Hukuman yang diberikan tidak hanya semata-mata berbentuk fisik, tetapi juga bisa dilakukan hal-hal lain seperti dengan pengurangan hak, atau pemberian suatu tugas tambahan. Andaikata hukuman fisik terpaksa diberikan, maka harus diperhatikan bahwa cubitan kecil ataupun pukulan ringan bisa bisa diberikan dengan syarat: tidak boleh di bagian-bagian vital anak, tidak boleh pada bagian atas tubuh(perut, dada, leher, kepala, punggung) dan tidak boleh meninggalkan bekas. Huallohu a’lam. 
 
Sumber : Sandi Susandi - Persis.or.id

Sabtu, 25 Juni 2011

Melatih Kecerdasan Anak

1. Kecerdasan Musikal, kecerdasan yang berkaitan dengan musik. Anak dengan gampang mengikuti lagu atau tidak segan-segan menari mengikuti lagu di setiap kesempatan.

Cara melatihnya :
Ajaklah anak mendengarkan musik, bernyanyi dan mengikuti irama dengan tepuk tangan.

2. Kecerdasan Interpersonal (Sosial), kecerdasan yang berkaitan dengan kemampuannya menjalin hubungan dengan orang lain atau lingkungannya. Misalnya, anak bisa beradaptasi dan bekerja sama dengan teman-teman, guru dan orang lain yang lebih tua.

Cara melatihnya :
Doronglah anak agar selalu punya waktu untuk bermain dengan anak lain yang sebaya, lebih tua ataupun lebih muda. Saling berbagi kue, meminjamkan sesuatu dan bekerja sama membuat sesuatu. Saat dia kalah dalam sebuah permainan misalnya, dia akan belajar bagaimana berlapang dada menghadapi kekalahan dan bersikap pada teman yang menang.

3. Kecerdasan Intrapersonal, kecerdasan yang berkaitan dengan daya tahan, daya juang dan ‘berlomba’ dengan diri sendiri. Misalnya anak berani mencoba dan tidak mudah menyerah saat mengikuti perlombaan.

Cara melatihnya :
Doronglah anak agar berani tampil berlomba di ajang tujuhbelasan misalnya, atau bernyanyi atau menari di depan orang lain.

4. Kecerdasan Verbal-linguistik, anak dapat berbicara atau bercerita dengan mudah dengan teman-temannya, guru, orang tua dan orang-orang disekitarnya.

Cara melatihnya :
Mengajaknya anak bercakap-cakap, membacakan cerita berulang-ulang, merangsang untuk berbicara dan bercerita serta menyanyikan lagu anak-anak.

5. Kecerdasan Logika-matematika, kecerdasan yang berkaitan dengan pemahaman soal angka dan matematika. Misalnya, anak tidak mengalami kesulitan dalam tugas yang diberikan kepadanya.

Cara melatihnya :
Ajak anak menghitung jumlah bus yang dilewati atau burung di taman, mengelompokkan, serta bermain angka, congklak, catur, sempoa atau puzzle.

6. Kecerdasan Visual-spasial, kecerdasan yang berkaitan dengan kemampuan pandang ruan. Misalnya, anak mudah membayangkan letak atau arah kiri, kanan, atas dan bawah serta memiliki orientasi yang baik untuk menggambar.

Cara melatihnya :
Ajaklah si kecil mengamati gambar atau foto, menggunting, melipat, dan menggambar.

7. Kecerdasan Kinestik tubuh, anak bias memiliki keterampilan menulis, menggambar, berolahraga, menari dan kegiatan lain yang memerlukan keterampilan olah tubuh.

Cara melatihnya :
Ajaklah anak berdiri satu kaki seperti burung bangau, atau berjongkok seperti kodok. Kegiatan seperti membungkuk, berjalan diatas satu garis, berlari, melompat, melempar, latihan, senam, dan berbagai permainan olah raga lainnya itu akan membantu kelenturan tubuhnya.

8. Kecerdasan Alam (Natural), kecerdasan yang berkaitan dengan alam. Anak tahu cara menyayangi binatang dan tumbuhan.

Cara melatihnya :
Seminggu sekali ajaklah seluruh anggota keluarga untuk membantu merawat bunga dan taman. Ijinkan bila dia ingin memelihara ikan atau kura-kura. Kebiasaan memberi makan ikan akan menumbuhkan kecintaan pada alam.

9. Kecerdasan Moral, anak paham mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan

Cara melatihnya :
Sering-seringlah mengajaknya memainkan permainan yang memiliki aturan seperti bermain petak umpet atau congklak.

Cicak-cicak di Dinding



Cicak-cicak di dinding

Diam-diam merayap

Datang seekor nyamuk

Hap ... hap .. lalu ditangkap


Lagu Cicak-cicak di dinding ini karya almarhum AT Mahmud. Sudah pasti semua anak Indonesia hafal lagu ini, lagu yang sangat sederhana tapi abadi bukan?

Cicak-cicak di dinding rasanya hampir selalu jadi lagu pertama yang dihapal anak-anak. Lucu ya, kalau melihat dan mendengar anak kecil yang masih cadel mengucapkan “hap”. Ya seperti aku "Nada Nabiyya Raya" panggil saja "Raya", lagu ini adalah lagu paforitku hampir disetiap waktu kunyanyikan lagu ini meski merdu ... hehe..

Oh ayahku sering iseng mengganti kata-katanya,,, datang seekor gajah atau,,,,,datang seekor emoh, dan ...

Selasa, 07 Juni 2011

Mendidik Anak Menurut Al-Qur'an

Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar (QS. Lukman: 13). Dari ayat tersebut dapat kita ambil pokok pikiran sebagai berikut, pertama orang tua wajib memberi pendidikan kepada anak-anaknya. Kedua dalam mendidik prioritas pertama adalah penanaman akidah, pendidikan akidah diutamakan agar menjadi kerangka dasar dan landasan dalam membentuk pribadi anak yang soleh.

Dalam mendidik hendaknya menggunakan pendekatan yang bersifat kasih sayang, hal ini dapat kita cermati dari seruan Lukman kepada anak-anaknya, yaitu “Yaa Bunayyaa” (Wahai anak-anakku), seruan tersebut menyiratkan sebuah ungkapan yang penuh muatan kasih sayang, sentuhan kelembutan dalam mendidik anak-anaknya. Indah dan menyejukkan. Kata Bunayya, mengandung rasa manja, kelembutan dan kemesraan, tetapi tetap dalam koridor ketegasan dan kedisplinan, dan bukan berarti mendidik dengan keras.

Mendidik anak dengan keras hanya akan menyisakan dan membentuk anak berjiwa keras, kejam dan kasar, kekerasan hanya meninggalkan bekas yang mengores tajam kelembutan anak, kelembutan dalam diri anak akan hilang tergerus oleh pendidikan yang keras dan brutal. Kepribadian anak menjadi kental dengan kekerasan, hati, pikiran, gerak dan perkataannya jauh dari kebenaran dan kesejukan.
 
Kelembutan, kemesraan dalam mendidik anak merupakan konsep Al-Quran, apapun pendidikan diberikan kepada anak hendaknya dengan kelembutan dan kasih sayang. Begitu juga dalam prioritas mendidik diutamakan mendidik akidahnya terlebih dahulu, dengan penyampaian lembut dan penuh kasih sayang. Mudah-mudahan anak akan tersentuh dan merasa aman di dekat orang tuanya, kenapa dalam mendidik perlu diutamakan akidah terlebih dahulu? Kenapa tidak yang lain? Jawabnya adalah karena akidah merupakan pondasi dasar bagi manusia untuk mengarungi kehidupan ini. Akidah yang kuat akan membentengi anak dari pengaruh negatif kehidupan dunia. Sebaliknya kalau akidah lemah maka tidak ada lagi yang membentengi anak dari pengaruh negatif, apakah pengaruh dari dalam diri, keluarga, maupun masyarakat di sekitarnya.
 
Kenapa harus akidah? Karena dengan akidah anak selamat dunia dan akherat, akidah adalah modal dasar bagi anak menapaki kehidupan, dapat dibayangkan apa yang terjadi jika seorang anak tidak mempunyai akidah yang kuat, pasti anak-anak itu akan mudah terserang berbagai virus-virus kekejian, kemungkaran, kemunafikan, dan kemaksiatan kepada Allah, imunitas keimanan anak akan lemah, dan pada akhirnya anak terjebak dalam kelamnya dunia ini. Terbawa arus deras gelapnya kehidupan, tenggelam dalam kubangan kemaksiatan, kegersangan hidup dan kesengsaraan batin.

Akidah adalah asas untuk membangun Islam. kalau asasnya sudah bagus maka Islam akan tegak dalam diri anak, kenapa dewasa ini banyak anak-anak yang tidak tegak agamanya, tidak kuat akidahnya sehingga banyak terjadi penyelewengan, semua itu terjadi akibat pemahaman akidah yang dangkal, sehingga mudah goyah pendiriannya dan akhirnya roboh. Memang kalau kita perhatikan orang tua jaman sekarang tidak banyak yang menekankan pendidikan akidah kepada anak-anaknya. Orang tua tidak merasa sedih dan takut kalau anaknya terjebak kepada keimanan yang rapuh, orang tua tidak pernah mengeluh kalau anaknya tidak membaca Al-Quran, menghafal Al-Quran, tetapi orang tua akan marah kalau anaknya tidak pergi les matematika, les fisika, les komputer, orang tua tidak merasa takut kalau anaknya tidak pergi mengaji, bayaran iuran mengaji terlambat, orang tua khawatir kalau anaknya belum bayar iuran bulanan les matematika, fisika dan lain sebagainya. Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa sikap orang tua terhadap pendidikan masih tebang pilih, kurang adil dalam mendidik anak-anaknya, para orang tua terkesan berat sebelah, padahal pendidikan seharusnya diterima anak secara utuh, baik pendidikan yang berupa keduniaan dan keakheratan, di antaranya adalah pendidikan akidah. 
 
Untuk itu, langkah awal dalam mendidik anak adalah penanaman akidah, tidak yang lain. Kalau akidah anak sudah kuat maka apa saja bangunan keahlian yang akan di dirikan dalam diri anak akan kokoh, apakah menjadi tentara, polisi, dosen, pengusaha, ilmuwan dan lain sebagainya. Kalau akidah sudah kuat, kalaupun menjadi polisi ia akan menjadi polisi yang beriman, tentara beriman, hakim beriman, ilmuwan beriman, presiden yang beriman, yang pasti pondasi keimanan akan bersemayam dalam dirinya.

Dalam ayat di atas, juga tergambar bahwa mendidik anak bukan hanya tanggung jawab ibu tetapi juga menjadi tanggung jawab bapak. Selama ini kebiasaan dalam masyarakat kita dalam mendidik anak lebih berat kepada kaum ibu, dengan alasan ibulah yang sering bertemu dan bercengkerama dengan anak, sedangkan bapak lebih diidentikkan dan diposisikan sebagai kepala rumah tangga, lebih khusus diletakkan pada tanggung jawab dalam aspek ekonomi dan finansial sedangkan aspek edukasi terabaikan. Sehingga yang terjadi adalah peran bapak dalam mendidik anak terabaikan, akibat lebih jauh adalah anak menjadi kurang interaksinya dengan bapaknya, anak akan mendekat dan bertemu wajah dan berbicara dengan bapaknya kalau ada perlu, ketika akan meminta uang jajan. Padahal, dalam konsep Al-Quran peran bapak dalam mendidik anak sangat besar, hal ini dapat kita cermati dari peran Lukman dalam mendidik anak-anaknya. Peran Yaqub dan Ibrahim dalam mendidik anak-anaknya. Untuk itu sudah saatnya orang tua mulai berbagi dan berkerjasama dalam mendidik anak, perlu duduk bersama membicarakan langkah dan metode yang tepat untuk anak-anaknya. 
 
Setelah akidah anak kuat, orang tua perlu menekankan pendidikan pada aspek ibadah seperti salat, berdakwah dengan memberi contoh terlebih dahulu, seperti mencegah diri dari yang mungkar dan selalu melakukan kebaikan. Setelah itu memberi nasehat kepada orang lain untuk meninggalkan kemungkaran dan mengerjakan kebaikan. Dan yang tidak kalah penting adalah sabar dalam menghadapi cobaan hidup. Sebab hidup itu ibarat di lautan, kadang-kadang ombak besar dan menggila dan menghempaskan kapal kita, lain waktu lautan menjadi sangat bersahabat sehingga kapal kita dapat berlayar dengan tenang tanpa gangguan. Demikian juga hidup, tidak selamanya bahagia, tidak selamanya sedih, kadang dalam kemiskinan, terkadang dalam keadaan kaya. Untuk itu sebagai orang tua yang bijak perlu mendidik anak-anaknya untuk bersabar menghadapi berbagai cobaan hidup. Allah berfirman,”Hai anakku, Dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan Bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).”(QS. Lukman: 17)

Ayat di atas, memberi pengajaran kepada para orang tua untuk selalu memantau salat anak, apakah salatnya sudah dilaksanakan dengan baik, lengkap syarat, rukunya, apakah salatnya sudah dilaksanakan liam kali seharisemalam, atau masih ada yang tinggal? Orang tua di tuntut untuk peduli terhadap ibadah salat anaknya. Sebab salat adalah tiang agama, kalau anak-anaknya telah mendirikan salat dengan baik dan benar rukun syaratnya, berarti anak-anak kita telah menegakkan agama, sebaliknya kalau anak-anak kita masih banyak meninggalkan salat, salatnya masih asal-asalan, maka anak-anak kita telah mulai meruntuhkan agama. Akibat dari tidak terkontrolnya salat anak oleh orang tua akan berujung kepada lahirnya sikap acuh terhadap kebaikan dan mendekat dan tertariknya untuk melakukan kemungkaran. Karena pada dasarnya mendirikan salat mencegah seseorang dari perbuatan keji dan mungkar.”Bacalah apa yang Telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan Dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”(QS. Al-Ankabut:45).

Orang tua yang berperan mendidik dan mengontrol salat anak-anaknya, penekanan dalam mendidik anak setelah akidah adalah mendirikan salat, setelah salat didirikan, maka dilanjutkan dengan mengarahkan pada pendidikan dakwah, penyampaian kebenaran dan pencegahan kemungkaran. Menyebarkan kebaikan, dan memberantas kemungakaran, baik dengan cara memberi contoh, dengan lisan, maupun perbuatan. Menanamkan dalam diri anak untuk selalu sabar menghadapi berbagai cobaan kehidupan dengan sabar semua akan menjadi baik, dengan sabar pikiran menjadi cemerlang, dengan sabar akan banyak jalan penyelesaian, sebab hanya dengan sabar orang akan terselamatkan, dengan sabar manusia menjadi dekat dengan Tuhan, karena kesabaranlah Allah menjadi cinta.

Dan tidak kalah pentingnya adalah mendidik akhlak anak. Orang tua yang sadarkan pentingnya kepribadian anak-anaknya akan berusaha menjadi teladan yang terbaik bagi anak-anaknya. Baik dalam perkataan maupun perbuatan, dalam taraf perkembangan jiwa dan kepribadiannya, anak meniru apa yang dilihatdan dengar. Kalau orang tua kurang hati-hati dalam bertindak dan bertutur kata, hingga anak-anaknya mengetahui dan mendengar, maka anak secara reflek akan meniru apa yang dilakukan oleh orang tuanya. Maka benar kata Rasulullah Saw bahwa anak terlahir dalam keadaan fitrah orang tuanya yang akan membentuk anak-anaknya, apakah menjadi Nasrani, Yahudi maupun Majusi, menjadikan anak yang soleh, berakhlak mulia atau berakhlak buruk. Peran orang tua sangat besar terhadap pembentukan karakter kepribadian anak-anaknya. Di sisi lain, masyarakat sekitar dan pendidikan juga memberi andil yang besar dalam membentuk karakter dan akhlak anak, untuk itu para orang tua hendaknya lebih-hati-hati dan selektif dalam mencarikan lingkungan bermain dan pendidikan untuk buah hatinya.

Paparan di atas, dapat dipahami beberapa hal penting, pertama, mendidik menjadi tanggung jawab kedua orang tua. Kedua, pendidikan pertama yang harus diberikan kepada anak adalah penanaman akidah yang benar. Ketiga, setelah pendidikan akidah, langkah pendidikan berikutnya adalah mendidik anak agar mencintai dan mendirikan salat lima waktu dengan sadar tanpa ada paksaan. Keempat, mendidik anak untuk berjiwa pendakwah, yaitu suka memberi contoh dalam berbuat baik dan meninggalkan kemungakaran. Kelima, menekankan pendidikan kepada aspek akhlak yang mulia, seperti, sabar, qanaah, tawadhu, dermawan dan akhlak mahmudah lainnya. Allahu A’lam.

Cara Terbaik Mengendalikan Anak

Banyak orangtua dan guru yang mengikuti seminar saya berkomentar “Oke, teknik yang Anda berikan untuk mengatasi problematika anak sangat bagus. Tapi, saya tidak yakin bisa menerapkan apa yang telah Anda ajarkan” lalu tanya saya “Apa sebabnya?”, “Pertama saya tidak disukai anak, berikutnya bagaimana mengkomunikasikan pada mereka ?”.

Jelas ini adalah masalah, tapi tenang ada cara bagaimana mengendalikan perilaku anak. Tapi sabar dahulu sebab ada bagian yang harus Anda pahami dahulu. Banyak dari orangtua dan guru bertanya dalam pikiran mereka sendiri :
  • Mengapa anak saya tidak peduli dengan masa depannya?
  • Mengapa mereka melakukan hal-hal yang tidak masuk akal (guru dan orangtua)
  • Mengapa mereka tidak mau mendengarkan walupun sudah diingatkan berkali-kali?
  • Mengapa anak saya membiarkan dirinya dipengaruhi oleh hal-hal negatif dari teman-temannya yang tidak berguna?

Nah, pertanyaan utama : bagaimana mengendalikan perilaku dan pemikiran mereka?
Jawabanya adalah EMOSI mereka. Emosi sangat menguasai logika berpikir mereka anak-anak dan remaja. Remaja dan anak-anak jauh lebih banyak didorong oleh perasaan mereka daripada pemikiran yang baik untuk mereka. Dengan mengetahui hal ini, maka sia-sia upaya kita mengkuliahi mereka seharian. Membombardir pikiran mereka dengan nasehat positif, menjadikan diri kita motivator dadakan didepan mereka tidak akan mempan. Justru membuat anak bertambah “sebal” dengan kelakuan kita. komentar atau nasihat seperti : “kamu harus giat belajar”, “jangan buang waktumu dengan bermain terus”, “jaga kebersihan dikamarmu”, kecuali bila kita sudah terlebih dahulu mengenali perasaan mereka.

Dalam kondisi emosi yang negatif seorang anak tidak dapat menerima input dan nasehat bahkan titah sekalipun yang dapat mengubah perilaku mereka. Berbeda hasilnya jika kita mampu mengerti dan mengenali perasaan emosi mereka terlebih dahulu maka mereka akan terbuka dan mendengarkan saran logis dari kita. Anak –anak dan remaja akan melakukan sesuatu jika membuat mereka merasa nyaman atau enak di rasanya atau hatinya.


Sebelum melangkah lebih jauh, kita akan belajar bersama, bagaimana reaksi kita dalam menghadapi masalah anak. Seringkali jika ada masalah maka yang ada dibenak kepala kita umumnya ada 3 hal, yaitu :
  1. Memberi Nasihat, misal: “saya tadi berkelahi dengan Agus, disekolah”, respon kita pada umumnya “apa-apaan kamu ini sekolah bukan tempat belajar jadi tukang berantem, hanya penjahat yang menyelesaikan masalah dengan berantem”
  2. Menginterogasi, misal: “Hp saya hilang di sekolah” respon kita pada umumnya “kamu yakin bukan kamu sendiri yang menghilangkan? Yakin kamu tidak lupa, coba diingat kembali”
  3. Menyalahkan dan menuduh, misal: “tadi Edo dihukum karena tidak mengerjakan PR” respon kita pada umumnya “dasar anak malas, mulai hari ini kamu harus lebih disiplin dan perhatikan tugas disekolah”.

Setelah melihat ketiga contoh diatas, tidak ada satu ruang pun untuk mengakui perasaan atau emosi anak, betul? Seringkali kita ini hanya memberikan masukan tanpa mau mendengar apa yang sebenarnya terjadi (lebih tepatnya perasaan apa yang terjadi pada diri anak kita). Ketika emosi seorang anak diabaikan mereka akan lebih marah dan benci. Selama ini mereka berada dalam keadaan emosi negatif, semua nasihat-nasihat maksud baik kita tidak akan digubris, malah akan di “gubrak”.


Cara terbaik untuk mengendalikan anak kita adalah, mengakui emosinya (kenali emosinya) dan beri mereka kekuatan untuk menemukan solusi atas masalah mereka sendiri. Caranya adalah:


1. Dengarkan mereka 100%, tatap matanya dengan tatapan datar atau sayang. (Berikan perhatian dan pengakuan)

Terkadang yang dibutuhkan anak hanya didengar saja, bukan solusinya. Hanya memberikan perhatian 100% kita bisa terkejut, ternyata anak mau terbuka dan mau berbagi pikiran dan perasaan. Hanya dengan berkata “hmm.. okay, begitu ya.. lalu..” Walau nampaknya sederhana, jujur ini sulit bagi kita orangtua yang terbiasa mau ambil jalur cepat alias memberikan solusi dan menyelesaikan masalah. Ketika hal itu kita lakukan, anak akan menutup diri dan menghindar bicara kepada kita. Anak hanya akan meyatakan pikiran dan perasaan yang sejujurnya tanpa takut dihakimi.

Ketika kita biarkan anak mengungkap emosi dan pikirannya dengan bebas (saat kita ada untuk memberi dukungan emosional), kita akan melihat mereka dapat menemukan solusi sendiri untuk permasalahan mereka. Kelebihan lainnya dari pendekatan ini adalah anak akan mengembangkan rasa percaya diri untuk berpikir bagi dirinya sendiri dan menghadapi tantangan – tantangan hidup.
Misal : “saya tadi berkelahi dengan Agus, disekolah”, respon kita “apa yang terjadi? Lukamu pasti sakit sekali yah.. oh, okay”


2. Mengenali dan mengambarkan emosi.

Perlu bagi kita sesaat untuk mempelajari makna dari emosi, karena ini penting bagi kita untuk bisa mencerminkan emosi anak dan mengerti dengan pasti apa yang mereka rasakan. Dengan dimengertinya perasaan mereka, maka mudah bagi mereka untuk terbuka dan bicara tentang masalah mereka. Berikut adalah emosi yang umumnya dialami oleh manusia.
Nama Emosi dan Makna-nya :
  1. Marah – Merasakan adanya ketidakadilan
  2. Rasa bersalah – Kita merasa tidak adil terhadap orang lain
  3. Takut - Kita diharapkan antisipasi karena sesuatum yang tak diinginkan bisa saja terjadi
  4. Frustrasi – Melakukan sesuatu berulangkali dan hasilnya tak sesuai harapan artinya kita harus cari cara lain
  5. Kecewa – Apa yang diinginkan tidak bisa terwujud
  6. Sedih – Kehilangan sesuatu yang dirasa berharga
  7. Kesepian – Kebutuhan akan relasi yang bermakna bukan hanya sekedar berteman
  8. Rasa tidak mampu – Kebutuhan untuk belajar sesuatu karena ada sesuatu yang tak bisa dilakukan dengan baik
  9. Rasa bosan – Kebutuhan untuk bertumbuh dan mendapatkan tantangan baru
  10. Stress – Sesuatu yang terlalu menyakitkan dan harus segera dihentikan
  11. Depresi - Sesuatu yang terlalu menyakitkan dan harus segera dihentikan

Baiklah kita mulai dengan satu kasus, jika anak Anda datang kepada Anda dan berkata “Joni tidak mau bermain bola dengan ku” apa jawab Anda? “Sini main sama papa/mama, maen sama yang lain saja ya atau ya sudah.. maen sendiri saja”. Ketiga jawaban ini sekilas adalah jawaban klasik, dan memang dibenarkan karena sering dipakai. Pertanyaan saya ada Emosi apa dibalik kata-kata anak tersebut? Betul!! KECEWA, KESEPIAN, nah kalau begitu responnya bagaimana? “Hmm.. nak kamu pengen banget ya maen sama Joni?” atau “Hmm.. kamu kesepian yah, pengen main ya?” lalu tunggu responnya, biasanya anak akan bercerita panjang lebar, kemudian solusi sebaiknya diserahkan kepada anak, caranya “lalu apa yang bisa Papa/Mama bantu buat kamu? Mau maen sama Papa/Mama? Atau ada ide lain?” Biarkan anak memilih solusi terbaik bagi dirinya. Hafalkan tabel diatas dan gunakan untuk berkomunikasi dengan anak, pahami seiap kasus yang dialami anak.


Dengan turut mengerti perasaan emosi anak dan membiarkan menemukan solusi masalahnya sendiri maka anak akan merasa dipahami dan nyaman. Serta akan tumbuh rasa percaya diri dilingkungan yang menghargai dia. Dan berikutnya akan mudah bagi anak untuk terbuka terhadap orangtuanya, dan sikap saling percaya antara orangtua dan anak akan terbentuk dengan baik.


Sampai kini, kita telah belajar bagaimana caranya agar anak terbuka dan percaya pada kita, betul? Berikutnya bagaimana caranya mengarahkan? Caranya setelah kita mendengar dan mengerti perasaan dan emosi anak, serta menanyakan solusi terbaik menurut anak (jika anak sudah mampu berpikir untuk solusi) tanyakan “bolehkah Papa/Mama usul?” setelah ada ijin dari anak maka berikan masukan yang Anda rasa paling mujarab. Terkadang cara pandang anak tidak sama dengan orangtua, kita tahu jika anak memilih solusi yang kurang tepat (menurut orangtua) dengan nilai, norma yang berlaku di lingkungan sosial maka kita bisa “menggiringnya” dengan mudah karena langkah 1 dan 2 sudah dilakukan. Tentunya dengan model komunikasi yang sopan dan tetap menghargai anak.


Pintu gerbang kekerasan hati anak akan terbuka lebar saat kita mau menerima dan mengerti anak kita, dan anak akan mempersilahkan kita masuk dan bertamu didalam lubuk hatinya yang paling dalam. Ditempat itulah kita dapat meletakan pesan, arahan dan masukan positif bagi kebaikan masa depan anak.

Saya paham cara ini butuh waktu, semua solusi cerdas untuk meningkatkan kualitas keluarga butuh waktu. Ada namanya “waktu tunggu” untuk suatu hasil yang istimewa. Masakan yang enak dan sehat butuh waktu dan proses didapur, tidak sekian detik jadi. Nah kualitas apa yang kita mau untuk keluarga kita?

Jumat, 03 Juni 2011

10 Tips Agar Anak Hobi Membaca

ANAK cenderung memilih kegiatan yang menyenangkan dan menggembirakan dibandingkan membaca, padahal membaca adalah kegiatan yang dapat menambah wawasan dan ilmu pada anak nantinya. Tetapi jika Anda dapat menciptakan suasana yang menyenangkan dan menggembirakan maka mereka akan bersemangat untuk memulai kegiatan tersebut.
Penulis buku anak terkenal, Peter Corey, menyarankan salah satu kunci sukses agar suasana kegiatan membaca dapat menyenangkan adalah bacalah bersama-sama dengan anak Anda. Membaca bersama si kecil adalah kegiatan yang positif dan edukatif, karena kegiatan tersebut dapat meningkatkan minat baca anak Anda.
Seperti yang dikutip dari femalefirst, Peter Corey juga memberikan tips lainnya untuk Anda meningkatkan minat baca untuk Anak Anda, yaitu:
1. Kegiatan membaca bersama lebih efektif bila dilakukan 10-15 menit setiap harinya. Bila Anda tidak menemukan waktu yang tepat selama satu hari penuh, maka manfaatkanlah waktu sebelum tidur untuk membaca bersama buah hati Anda.
2. Membaca merupakan kegiatan yang menyenangkan, jadi hindari memaksakan anak untuk membaca saat si kecil lelah dikarenakan banyak kegiatan. Biarkan ia memiliki inisiatif untuk memulai membaca.
3. Setelah kegiatan membaca selesai, sebaiknya gunakan waktu untuk si kecil memberikan pendapat, kesan, ide tentang cerita tersebut dan dengarkan apa yang diutarakannya kemudian diskusikan. Dengan begitu Anda dapat mengetahui apakah ia mengerti isi buku yang ia baca.
4. Gunakanlah fasilitas yang mendukung cerita, seperti nikmati setiap gambar pada buku cerita tersebut. Anak akan lebih mudah mendapatkan pemahaman dengan bantuan gambar.
5. Selalu memilih cerita yang sederhana, lucu dan menarik untuk anak. Bila perlu pilihlah buku cerita yang menjadi tema kesukaannya.
6. Tema cerita buku anak-anak sangat beragam. Jadi belilah buku tersebut di toko buku bagian khusus anak agar dapat menemukan tema cerita yang menarik.
7. Sederhanakanlah penggunaan kata-kata yang Anda ucapkan. Hindari membacakan kalimat yang panjang dan sulit dimengeri anak. Bila anak Anda tidak paham dengan alur cerita, maka gunakan bahasa sehari-hari yang lebih mudah dimengerti.
8. Jangan ragu untuk menilai buku dari sampul dan siapa penulisnya. Ini dapat menolong Anda untuk memutuskan apakah buku tersebut layak Anda beli.
9. Jangan khawatir jika anak Anda ingin membaca buku yang sama setiap saat. Anak-anak biasanya menikmati kegiatan pengulangan karena dapat membantu mereka untuk lebih memahami cerita.
10. Berikanlah pujian kepada anak Anda yang telah berusaha untuk membaca. Biarkan ia tahu apa kesalahannya saat membaca. Dengan begitu, ia akan semakin sempurna dalam membaca. (eya/eya)



Senin, 30 Mei 2011

Bayi Sederhana... Bayi Dewasa


Bila bercakap tentang bayi genius. Wah... itulah perasaan kita. Cam bombastik kan bila bayi boleh membaca seawal usia beberapa bulan. Terbit rasa cemburu dengan geniusan anaknya. Persoalannya, kenapa anak kita tak sehebat anak mereka ? Dalam entri kali ini, saya ingin berkongsi dengan anda beberapa kesilapan kita dalam mendidik bayi genius.


1. Berimpian besar
Soalan pertama ialah, kita ada impian ke nak tengok bayi kita jadi genius ? Pada usia berapa bayi kita patut pandai membaca ? Bila b[ayi perlu pandai mengira ? Bila bayi perlu pandai hafaz Quran ?

2. Meniru jejak ibubapa bayi jenius
Selepas kita menulis dengan jelas impian kita. Carilah ibubapa yang telah berjaya menjadikan bayi mereka mencapai impian yang sama dengan impian yang ingin kita capai. Tirulah jejak mereka.

3. Perancangan dan usaha
Ramai yang terhenti setengah jalan dalam berusaha. Tidak merancang apa yang akan diajar dalam sehari kepada anak dan membuang masa dengan aktiviti sia-sia. Jika anda ingin berjaya, jangan berhenti berusaha, latihlah anak anda menjadi genius kerana otak bayi umpama span yang menyerap segala-galanya. Pengulangan adalah kunci kejayaan.

4. Penilaian

Setelah samapai satu tempoh masa pengajaran, anda boleh menguji kebolehan anak anda menyerap semua yang telah diajarkan padanya. Buatlah satu rekod kejayaannya dan berilah hadiah serta penghargaan kepadanya. Teruskan
usaha sehingga berjaya.


Jika hari ini bayi kita belum pandai membaca, kitalah yang belum kuat berusaha melatihnya membaca. Sebenarnya membaca yang dimaksudkan bukan bayi menyatakan "clap" untuk tulisan "clap" tapi cukup jika bayi mampu menepuk tangan bila melihat perkataan "clap". Itu sahaja, proses membaca bukan melalui proses kuno iaitu dengan cara mengeja tapi mengenalpasti bentuk perkataan dan menyatakan dalam bentuk yang bermakna.


Sebagaimana anda mengenal lambang Petronas untuk Petronas, begitulah bayi mengenal perkataan "petronas" untuk Petronas. Mudahkan ! Dalam usaha membijakkan anak, semoga kita tak lupa menuangkan akhlak dalam diri anak-anak. Mampukah anak-anak mengamalkan doa-doa harian, membaca al-Quran dan mendirikan solat di awal usianya ? Dan kitalah cerminan mereka !